Saturday, June 20, 2009

KOTAKU

by Rufadi Islah



Pasir putih menghiasi pemandangan di kota tercinta ini, dengan banyaknya pohon-pohon kelapa dan aren yang menjulang sampai ke angkasa, birunya langit ditemani sang awan yang menghias bagaikan lukisan tiada taranya, dan angin pantai yang tentu panas namun tak terasa dikulit karena kencangnya hembusan angin dipinggir laut ini, seakan-akan ingin menunjukkan kepada dunia bahwa di kota ini ada sesuatu pesona yang patut kita syukuri sebagai karunia Allah SWT yang Maha Agung.

Inilah kota kabupaten dimana aku dibesarkan, dengan suasana yang membuat kita lebih menghargai pemberian suatu karunia Tuhan, karena sedikit sekali hujan yang akan turun, namun ketika musim penghujan tiba, tenggok saja banyak petani yang mulai menggarap sawahnya menanam padi sebagai mata pencarian meraka karena kesuburan tanahnya namun mereka masih menggantungkan dari air hujan saja sebaigai pengairan dan tentu saja mereka hanya menanam padi dikala musim penghujan saja, karena curah hujan yang sedikit sekali.

Ketika musim kemarau betapa gersangnya persawahan mereka, namun itu tak membuat kita lupa untuk selalu bersyukur kepada-Nya, karena masih ada petani garam yang akan mengolah tambak garamnya, karena mereka membutuhkan panas matahari untuk mengkristalkan air laut, sehingga menjadi sebuah garam yang dengan kerja keras berpanas-panas membakar kulit mereka, kita dapat membuat masakan yang lezat dengan garam mereka.

Sebagian besar petani garam hidup di pinggir pantai beserta nelayan yang masih menggantungkan kondisi alam, ketika angin kencang, dan ombak besar dan serta di saat bulan purnama nelayan tidak pergi kelaut (menyang) untuk mencari ikan, dan terpaksa mereka mengganggur dan menghabiskan uang tabungan yang mereka simpan dulu. Dan masyarakat yang bertani tinggal di jauh dari pantai hidup di pedesaan yang tentu saja keadaanya tak terlalu sepanas di dekat pantai, yang hanya bisa menanam padi tak lebih dari 2 kali setahun, selebihnya ditanami tanaman tumpang sari.

Aku sebenarnya tinggal di pelosok pedesaan, sekitar 14 Km dari bibir pantai, dan termasuk dalam masyarakat yang sebagian besar bermata pencarian sebagai petani, namun tidak memudarkan diriku sebagai sebutan anak pantai, karena memang itu suatu kebanggaan dari pada di sebut anak dusun.

Didesaku, hidup ini terasa indah, bila kita dapat merasakan dibalik rahasia pesona alam raya yang dianugerahkan kepada Sang Pencipta untuk kemaslahatan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi kita semua, begitupula dengan hari ini begitu indah seindah taman surga dengan kicauan burung-burung yang bertenger di dahan-dahan pohon yang mengalunkan nada-nada merdu penuh arti dari ciptaan Yang Maha Esa, serta eloknya gerak lambaian hijaunya padi yang menghampar luas, seluas jarak pandang kita lihat.

Kicauan burung-burung yang mengalunkan nada-nada merdunya bebas bersua tanpa ada rasa takut dan dengan ikhlas hati tanpa ingin menerima imbalan atas kicauannya yang merdu menambah merdunya alunan angin yang menambah akan syukurnya karunia Allah SWT. Serta gerak lincahnya meloncat-loncat, bermain-main di dahan pohon untuk mendendangkan nanyian anak desa. Dan juga hijau padi yang masih jauh dari pemberian pestisida.

Betapa indahnya pemandangan di desa ini, banyak sekali dedaunan hijau yang terbentang luas mata memandang. Mata serta hati ini serasa sejuk atas rasa syukurku terhadap karunia yang ALLAH SWT berikan kepadaku. Dengan udara dingin serta air jernih mengalir, mengaliri persawahan disekitarku, akupun yakin akan satu hal ternyata masih ada sisi-sisi nikmatnya hidup di desa ini. Lambaian angin meniup, mengalir dipermukaan kulitku, ada tarikan halus yang mengisyaratkan bahwa inilah tempatku saat ini sampai akhir hayatku kelak.

Inilah alamku yang sekarang aku pijak, menghadirkan sejuta kebahagiaan, kabut dingin yang menghiasi wajah pesonamu, dengannya kini aku mengerti apa yang telah diberikan Allah SWT kepada kita untuk kita syukuri sepanjang waktu.

Comments :

0 comments to “ KOTAKU ”


Post a Comment

Thanks for Your Comment!