Thursday, February 25, 2010

Pertemuan dengan iblis #1



Dalam buku berjudul “Puasa Seorang Perindu” 2006 oleh Ahmad Bahjat (judul asli: Mudzakkirat Sha'im), ada sebuah BAB yang di rasa sangat menarik untuk kita cermati:

Berikut adalah asli dari sumber buku tersebut; Halaman 107 BAB 11 “Pertemuan Dengan Iblis”.

Saya bagi menjadi “dua (II) postingan” artikel yang masih dalam BAB 11 “Pertemuan Dengan Iblis”.

------------------


Seperti kilatan cahaya hijau yang menyambar, aku merasakan dia benar-benar ada.

Tiba-tiba aku sudah merasakan dia sudah di kamar bersamaku, namun aku tahu apakah itu sesuatu ataukah seseorang.

Kuangkat kepalaku dari kitab kuning yang sedang aku baca.

Kitab ini adalah salah satu kitab sihir kuno yang kertasnya berwarna kuning.

Aku baca BAB sembilan puluh tujuh tentang setan ketika aku merasakan dia ada di sana.

Dia duduk di atas sofa sedangkan pintu tertutup rapat.

Bagaimana dia bisa masuk? Aku tak tahu.

Kuangkat kepalaku dan kulihat seorang laki-laki yang aku tak tahu pasti berapa umurnya.

Bajunya yang tampak adalah baju dari kalangan terhormat, namun sudah terlalu usang.

Dengan rasa takut mencekam, aku bertanya kepadanya: ”Siapa kamu?”
Iblis: ”Aku iblis.”
Aku: ”Apakah jika aku bisa membaca Al-Quran, engkau akan lari?”
Iblis: ”Jika kamu membacanya dengan kejujuran, aku akan lari seketika.”
Aku: ”Apakah ayat tersebut akan membakarmu.”
Iblis: ”Agar ayat tersebut bisa membakarku, maka kamu harus mengamalkan ayat itu terlebih dahulu.”
Aku hanya mampu menjawab: ”Aku tak mampu membaca dengan cara itu. Aku ingin bertanya kepadamu. Bagaimana kamu bisa masuk, maksudku bagaimana kamu bisa datang? Apakah kamu benar-benar ada di sofa tersebut ataukah hanya sebatas pada pikiranku?”
Iblis tersebut menjawab: “Jangan mempersulit persoalan. Kamu benar-benar seorang pengawal. Ini adalah produk pemikiran pegawai. Pikiranmu adalah bagian dari materi dan sofa adalah bagian dari materi. Tak ada bedanya antara pemikiranmu dengan batu bata yang terbalik di trotoar depan rumahmu.”
Aku: ”Ini sangat lucu menurut bahasa kami, kamu mengatakan bahwa akalku hanya sebatas batu. Apakah kamu hanya ingin bercanda denganku?”
Iblis: ”Aku tak pernah bergurau. Aku tak pernah bergurau sejak diusir dari langit.”
Aku: ”Aku terheran-heran dengan kedatanganmu. Konon kamu dimasukkan ke dalam penjara pada bulan Ramadhan?”
Iblis: ”Tidaklah masalah dengan pemahaman manusia demikian. Bulan Ramadhan adalah liburan musim penghujan bagiku, seperti bulan Agustus menurut kalian. Sepanjang bulan pekerjaan kami sedikit. Seluruh dunia tidak semuanya berisi orang yang beriman seperti yang kamu duga. Kami tak ringan dengan pekerjaan kami. Sebaliknya, kesulitan dan beban semakin bertambah.”
Aku: ”Ini kesempatan yang baik sekali bertemu denganmu. Sudah lama aku memimpikan untuk belajar kepadamu.”
Iblis: ”Ak juga bodoh sepertimu dan juga ingin belajar. Aku melihatmu mebaca buku kenangan yang berjudul “Madzakirat Shaim” dan aku ingin melihatnya.”
Aku: “Kami sangat gemar belajar. Dalam kehidupan banyak misteri yang tersembunyi dan aku ingin menjawabnya.”
Iblis: “Tidak ada yang misteri dalam kehidupanku. Yang misteri adalah sifat manusia.”
Aku: “jadi, aku bisa mengatakan bahwa kehidupanmu tak ada misteri.”
Iblis: ”Semuanya sangat jelas sekali. Sejak awal aku sudah terang-terangan melakukan peniolakan di depan Allah. Apakah ada seorang saja dari manusia yang secara terang-terangan melakukan penilakan terhadap penguasa tiran di muka bumi. Misteri apa yang kamu ketahui dalam kehidupanku?”
Aku: ”Kami bisa menerangkan kepadamu dengan jelas. Akan tetapi setelah itu kamu akan tidak mengetahui ribuan bentuk yang dibayangkan oleh manusia.”
Iblis: ”Ini pada dasarnya adalah prinsip kerja, tenologi menggoda. Ilmu pengetahuan telah mengalami kemajuan apakah kamu ingin menempati tempatku agar lebih dahulu dalam melakukan kebaikan. Apakah yang harus aku jelaskan kepadamu?”
Aku: ”Wujudmu sendiri. Apakah kamu benar-benar ada padamu ataukah hanya dalam pikiranku?”
Iblis: ”Mana yang lebih penting? Aku benar=benar ada di dunia dan kamu tak tahu apa-apa tentang diriku, aatukah hanya ada di pikiranmu dan kami tak mempunyai wujud konkret?”
Aku: ”Kamu menanyakan pertanyaan yang aneh. Apakah kamu mempunyai tubuh ataukah hanya pikiranku?”
Iblis: ”Kamu orang yang suka berdebat seperti anak cucu Adam yang dahulu. Di dunia ini banyak sekali makhluk bertubuh namun tanpa mempunyai pikiran. Apakah kamu berpikir bahwa mereka mempunyai arti? Sekarang banyak pikiran namun tak mempunyai tubuh. Barangkali mengkristal setelah ribuan tahun atau baru sesaat.”
Aku: ”Kamu berbicara sangat filosofis kepadaku. Mengapa manusia tak pernah menjadi lunak?”
Iblis: ”Apakah manusia mampu melihat gelombang suara yang ada di angkasa? Apakah kalian mampu melihat gelombang yang ditangkap oleh radio? Mengapa kamu tak mengingkari itu semua?”
Aku: ”Ini yang mengganjal pikiranku sejak kecil. Apakah kamu mempunyai masa kanak-kanak seperti layaknya semua makhluk hidup? Sungguh kasihan, maksudku seperti semua pikiran.”
Iblis: ”Setiap makhluk mempunyai masa kanak-kanak.”
Aku: ”Kamu anak yang nakal?”
Iblis: ”Sebaliknya, aku adalah anak yang paling taat di Sekolah Dasar jin. Ini merupakan masa-masa yang paling indah. Aku belajar akan kesombongan sejak aku masih kanak-kanak.”
Iblis lagi: ”Suatu hari aku pernah menolak mengerjakan ujian ilmu hitung. Aku menyerahkan lembaran hitam yang tak ada jawabannya sama sekali. Pengujiku bertanya: ”Apakah kamu tahu jawabannya?” Aku pun menjawab: ”Aku tahu.” Dia bertanya lagi: ”Mengapa kamu tak menjawabnya?” Aku pun menjawab: ”Aku lebih baik darinya. Lebih baik dari penguji yang membuat pertanyaan. Ini pertanyaan yang sangat sederhana yang tak mengungkap sesuatu apa pun.
Aku: ”Kamu mendapat nilai nol dalam ujian?”
Iblis: ”Aku tak memikirkan nilai. Yang penting bagiku adalah aku dapat menunjukkan bagaimana aku mempunyai sikap sendiri di depan penguji.”
Aku: ”Aku lupa menanyakan pertanyaan yang paling penting. Mengapa kamu menolak untuk sujud kepada Adam?”
Iblis: ”Wajahnya menjadi menyusut barangkali karena sakit hati yang luar biasa ketika aku menyebut nama Adam. Wajahnya yang pucat membuatku tak berani mengatakan melanjutkan bicaraku.”
Aku: ”Kami telah jatuh ke bumi, terlempar dari surga, dan merampas masa depanmu. Aku menganggapmu sebagai teman dan menghilangkan darimu beban yang kau tanggung. Akan kukatakan kepadamu: ”Semoga Allah memberimu laknat-Nya walaupun kamu telah menjadi penyebab kami dikeluarkan dari surga.”
Iblis: ”Lidahmu licin wahai manusia. Aku takkan pernah mengganggapmu sebagai teman. Aku akan mengganggumu sebagai pengikutku jika kamu mengikutiku. Kamu pasti akan kecewa jika kamu tak berkenan menghilangkan beban dan kamu tanyakan aku akan pergi.”
Aku: ”Hai tuan Losfair, burung meraknya jin. Aku minta maaf. Aku tak tahu betapa kuat kesombonganmu yang membatasi selera humormu. Aku sangat terkesan denganmu wahai iblis.”
Iblis: ”Aku ingin agar kamu menambahkan kata tuan ke namaku. Jangan pernah kamu memanggilku tanpa kata tuan. Aku adalah tuan sebelum nenek moyangmu Adam diciptakan.”
Aku: ”Apakah kamu benar-benar yakin bahwa kamu lebih mulia dari Adam. Maksudku tuan Adam.”
Iblis: ”Adam tuanmu, bukan tuanku.”
Aku: ”Kamu tak mau menjawab pertanyaanku.”
Iblis: ”Masalahnya adalah siapa yang lebih mulia, aku tau Adam? Urusan siapa yang lebih mulia adalah urusan Sang Maha Pencipta. Itu masalah yang sangat pelik bagiku. Sebelum Adam diciptakan, akulah yang mulia. Setelah Adam diciptakan dan aku diperintahkan sujud kepadanya, maka segalanya menjadi berubah. Aku harus tunduk kepada Adam, namun aku memilih bermusuhan dengan dia.”
Aku: ”Kamu telah merampas masa depanku karena dirimulah kami terlempar dari surga.”
Iblis: ”Sebaliknya karena kalian Allah menjatuhkan kami dari rahmat-Nya.”
Aku: ”Mengapa kamu tak mau bersujud dan kita semua akan selamat?”
Iblis: ”Aku lebiuh memilih kebebasan.”
Aku: “Allah mampu mengubahmu menjadi tanah sebelum kamu menolak sujud kepada Adam.”
Iblis: “Allah membunuhku sebelum aku menolak sujud kepada Adam, maka aku tahu bahwa Allah cinta kepadaku, namun aku tahu bahwa ternyata Allah tak mencintaiku. Allah memberikan kebebasan kepada semua makhluknya baik yang dicintai maupun yang dibenci-Nya. Allah tidak seperti para penguasa di bumi yang zalim, yang memaksakan kehendak kepada siapa saja yang menentang perintah mereka. Allah Maha Agung dan Maha Mulia.
Aku: Ini adalah kalimat yang diucapkan oleh umat Islam, wahai tuan iblis. Apakah kemunafikanmu telah sejauh ini. Kamu adalah setan, tapi mengapa berbicara dengan bahasa orang yang beriman?”
Iblis: “Aku tidak munafik. Jika aku seorang munafik, aku pasti sujud kepada Adam. Aku beriman kepada Allah dan tidak beriman kepada Adam. Siapa saja yang ada dalam posisiku pasti dia akan beriman kepada Allah karena menyaksikan keagungan-Nya, namun Dia mengganggapku sebagai kafir karena menentang segala perintah-Nya. Berbeda makna iman antara makhluk satu dengan yang lainnya, jin mempunyai pemahaman tersendiri akan kekafiran. Manusia mempunyai pemahaman tersendiri juga. Kafir dalam pemahaman kami bahwa kami tetap beriman adanya Sang Pencipta, karena kami ditentukan oleh kekuasaan-Nya, dan kami tak mungkin lari atau mengingkari-Nya. Kalian harus percaya dengan alam ghaib. Kafir dalam pandangan kalian adalah orang yang mengingkari wujud Allah dan menyembah kepada selain-Nya. Kafir dalam pemahaman kami adalah mengingkari perintah Allah, bagi kalian, orang yang melakukan kemaksiatan bisa bertobat dan dihapus dosanya seakan tak pernah melakukan dosa. Sebalikya, kami bermaksiat adalah vonis terakhir dari rahmat Allah, dan tak ada kesempatan bertobat untuk kami.”
Aku: ”Karena dirimu kami dikeluarkan dari surga.”
Iblis: ”Aku paham akan pemikiranmu yang sanagt birokratis. Apakah kamu ingin mewarisi surga. Apakah kamu mengira bahwa surga adalah pantai asuhan bagi para pegawai yang malas dan para tukang sulap yang suka menari. Kamu sangat lucu sekali, memang aku tak mampu.”
Aku: ”Lantas mengapa kamu tak tertawa?”
Iblis: ”Aku tak tahu bagaimana harus tertawa. Mulutku tak mampu untuk tertawa. Hobiku hanyalah untuk membuat tangis bukan untuk menangis.”
Aku: ”Apakah kamu tidak tersinggung jika aku mengajukan pertanyaan ini kepadamu. Ini soal yang sangat menyakitkan. Mengapa kamu memilih pekerjaan yang hina seperti ini? Maksudku seputar perempuan dan laki-laki. Dan ..... kamu paham maksudku.”
Iblis: ”Aku yakin sekarang bahwa kamu benar-benar bodoh. Percayalah bukan ini pekerjaanku. Aku setan yang ada di tingkat kedua. Ini adalah pekerjaan setan yang ada di tingkat sebelas. Setan-setan yang tampak. Mereka yang biasa mendatangkan godaan perempuan.”
Aku: ”Luar biasa. Kamu mempunyai tingkatan seperti kami?”
Iblis: ”Ya, kami mempunyai tingkatan-tingkatan. Harga-harga barang semakin naik dan aku tak mendapatkan subsidi selama enam ratus tahun. Aku merasa terzalimi.”
Aku: ”Mengapa di wajahmu tampak kesombongan dan kesedihan?”
Iblis: ”Sebab aku tak mempunyai harapan akan rahmat Allah.”
Aku: ”Aku tak menjamumu apa-apa. Apakah kamu ingin minum, teh, kopi, jahe, atau kayu manis?”
Iblis: ”Minuman-minuman tradisonal.”
Aku: ”Kami tak mempunyai qomaruddin. Kamu tahu betapa sulit mendapatkannya.” kamu tahu betapa sulit mendapatkannya.”
Iblis: ”Akulah yang memakannya qomaruddin.”
Aku: ”Sudah lama aku mencari asal usul nama qomaruddin. Sekarang aku paham. Mengapa kamu menamainya demikian? Apa hubungan antara qomaruddin dengan agama (din), dan mengapa orang-orang meminumnya pada bulan Ramadhan?”
Iblis: ”Tak ada hubungannya dengan agama. Penamaan ini untuk kebutuhan pasar. Adapun pertanyaan mengapa orang-orang meminumnya pada bulan Ramadhan adalah pertanyaan untuk mereka yang meminumnya.”

Aku menyalakan rokokku dan aku mendekati iblis.

Iblis mulai kerasan di tempat duduknya seakan sudah rumah sendiri.

Dia meletakkan betis yang satu di atas betis satunya, dan menyilangkan tangannya di dadanya dan terlihat pandangannya yang sedih.

Kesedihan yang aneh yang tak mungkin dipahami dengan gaya manusia.





Comments :

0 comments to “ Pertemuan dengan iblis #1 ”


Post a Comment

Thanks for Your Comment!