Friday, July 24, 2009

AKU BERAKAL TAPI TIDAK BAHAGIA?????






by adi.islah@gmail.com



"AKU BERAKAL TAPI TIDAK BAHAGIA"......Itulah sekiranya yang kupikir pada malam hari ini, yang sunyi dan kesepian hati ini terasa. Kemana saja semua orangpun aku tidak mengetahui, bahkan aku mungkin orang yang kurang perduli dengan semua tingkah laku yang kusebut dengan sebutan “teman-teman” di sekitarku.

Begitu sunyi malam ini, sehingga suara kipaspun yang berputar cepat dengan keras kudengar seperti halnya Singa padang pasir yang meraung-raung bagaikan kehausan yang sangat.

Kumulai berpikir tentang keadaanku, keadaan dimana aku merasa bahwa diriku hanya sebuah tanah yang diberi-Nya ruh, serta akal yang banyak dikatakan orang, aku ini bernama "MANUSIA" yang tak lain sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Dan apakah aku bahagia sebagai makhluk ciptaan-Nya di dunia ini.

Kurenungi segala yang ada, yang melekat dalam badan yang masih belumlah sempurna kumengerti akan segala nikmat yang telah ALLAH SWT berikan kepada hambanyanya yang belum tahu akan segala kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan didunia dan masih sangat butuh akan suatu pencerahan yang datangnya hanya dari Yang Maha Esa (Allah SWT).

Antara akal dengan bahagia apakah ada keterkaitan tersendiri atau keduannya saling perpisah dan tidak terikat satu sama lain, tanya dalam hatiku.

Teringat olehku kemarin aku membaca buku yang sudah tua setua umur Bapakku yang tentu saja apabila diperbandingkan antara usia Buku ini dengan umur Bapakku ternyata lebih tua buku ini, dari pengarangnya pun uhhh,………. sangat terkenal dan termasuk alim ulama Indonesia, Dr. HAMKA (Dr. Hadji Abdul Malik Karim Amrullah). Salah satu cendekiawan muslim terkenal di Negara Indonesia yang aku kagumi karya-karyanya. Dalam bukunya berjudul “TASAUF MODERAN”, 1940 Cetakan Kedua:

Dr. HAMKA berpendapat bahwa derajat bahagia manusia itu menurut derajat akalnya, karena akallah yang dapat membedakan antara baik dengan buruk; akal yang dapat mengagak-agihkan segala pekerjaan, akal yang menyelidiki hakikat dan kejadian segala sesuatu yang dituju dalam perjalanan hidup ini. Bertambah sempurna, bertambah indah dan murni akal itu, bertambah pulalah tinggi derajat bahagia yang kita capai: -Kepada kesempurnaan akallah kesempurnaan bahagia.

Tambahnya pula:
Akal manusia bertingkat, kehendak manusia berlain-lain menurut tingkat akal masing-masing. Setengah manusia sangat cinta kepada kehormatan dan kemuliaan, sehingga simpang perjalanan dan segala ikhtiar dipergunakannya untuk sampai kesitu. Ia mau berkorban, mau menempuh kesusahan dan kesakitan asal ia bisa mencapai kemuliaan dan kehormatan. Padahal setengah golongan tidak peduli semua itu. Buat dia, asal dapat mencapai hidup. Tak mengganggu orang lain, cukuplah. Apa gunanya menghabiskan tenaga untuk mencapai kemuliaan dan kehormatan yang sebagai mimpi.

Harta benda, sebagaian besar manusia berusaha mencari, bersusah payah, berhabis tenanga, tidak perduli hujan-panas, haus-lapar, kadang-kadang berhilang-hilang negeri, meninggalkan kampong, anak isteri dan handai tolan; padahal ada pula golongan yang tiada peduli akan harta benda itu, asal hatinya tenteram didalam khalwat mengingat Tuhannya, sebagaimana kebiasaan ahli-ahli zuhud dan shufi yang mashur; asal lekat pakaian untuk menutup aurat, dapat sesuap pagi dan petang, cukuplah. Dia ingin kekayaan yang lebih kekal dari harta. Bertambah luas akal, bertambah luaslah hidup, bertambah datanglah bahagia. Bertambah sempit akal, bertambah sempit pula hidup, bertambah datanglah celaka. (Dr. HAMKA, 1940: 16-17).

Duhhh, betapa berat pikiranku yang kurasakan kali ini, banyak sekali yang terpikir yang belum ku pecahkan akan semua pertanyaan didiri ini yang masih buta akan ilmu kebenaran yang hakiki, tentang akal dan bahagia.

Kurenungkan dalam-dalam sebaris kalimat dari Dr. HAMKA tersebut, kurenungi berharap akan ku temukan setitik cahaya terang yang membelenggu pikiranku yang masih jahiliyah ini. Kuselami bait demi bait berharap dapat kumengeri akan keseluruhan arti kalimat tersebut. Dan kumulai bertanya di dalam hatiku, apakah pikiranku sudah selaras dengan yang beliau pikirkan, harapku cemas.

Dalam hidup ini kurasakan bahagia dikala aku terbebas dari rasa kesal, sedih, marah, dendam, duka, dan aniaya diri. Namun aku hampa terhadap kesenangan semu yang dapat membuat hati serta pikiran ini melupakan bahwa ada sesuatu kewajiban yang telah aku lalaikan dengan sengaja ataupun tidakku sengaja.

Sesal sekali bila kita merasa bahwa perbuatan yang lalu begitu saja tanpa kita pikirkan bahwa perbuatan tersebut telah membuat hati orang lain terluka. Sesal mungkin datangnya belakangan namun rasa berdosa akan selalu menghantui setiap langkah yang masih mengharapkan jalan yang benar dari Yang Maha Esa.

Kecil sekali hati ini apabila ada seseorang yang berkata bahwa perbuatan dan tingkah laku kita menyimpang dari kaidah-kaidah agama. Sangat kecil hati kita apabila perbuatan yang pernah kita lakukan sekuat tenaga kita ternyata hanya merupakan beban bagi orang lain, yang membuat kebahagiaan hati menjadi tertahan.

Duuuh, apa gerangan saja yang telah aku lakukan sehingga orang lainpun menanggung akibat dari perbuatanku yang kurang baik tersebut, apakah mereka bersusah hati (tidak bahagia) atas segala tingkah lakuku. Akan terasa bahwa ilmu yang telah kudapat dari belajarku selama ini hanya sebagaian dari kulit luarnya saja yang kulakukan selama ini ternyata hanya mengetahui ilmu tersebut pada kulit luarnya belum sampai kedalam intisarinya. Harus apa lagi yang aku lakukan demi untuk mengejar ketertinggalanku yang selama ini masih membentangkan kegundahan akan arti kebahagiaan dihati ini.

Kumerasa bahwa ilmu ini hanya sampai di tekakku saja (leher) belum sampai pada hati, tanyaku dalam hati apakah yang harus aku lakukan, aku pelajari untuk sampainya ilmu itu masuk dalam hatiku; yang mungkin sudah hitam pekat akan suatu perbuatanku yang selama ini mengotori bersihnya hati.

Kumulai merenung akan segala kejadian-kejadian yang telah lalu kuperbuat, bahagia banyak sekali faktor yang melatar belakanginya, seperti halnya kita melakukan perbuatan dan adalah bahagia dunia yang kita telah mampu menjalankan kewajiban-kewajiban kita kepada ALLAH SWT dan tidak bahagia kita akan sesal di dunia bila kita melalaikan segala kewajiban-kewajiban kepada ALLAH SWT, serta kebahagiaan akhirat yang dengan segala amal perbuatan kita di dunia akan dihisab dan akan ditentukan apakah bahagia di akhirat berarti bahagia karena surga atau malah sengsara akibat dari kesombongan kita di dunia, yaitu neraka.

Semoga amal ibadahku di dunia menjadikan bahagia di akhirat kelak, amin!!!

Comments :

0 comments to “ AKU BERAKAL TAPI TIDAK BAHAGIA????? ”


Post a Comment

Thanks for Your Comment!