Sunday, February 28, 2010

Pertemuan dengan iblis #2



Begitu anehnya makhluk yang bernama iblis ini. Adam mempunyai kesempatan untuk melakukan kebaikan dan kejahatan, kemuliaan dan kehinaan. Allah benar-benar menyayangi manusia. Sedangkan iblis dan anak cucunya hanya bisa melakukan satu hal, yaitu sesuatu yang tidak baik.

Apakah dia menangis karena takut pada Allah? Iblis tidak bisa melakukan satupun kebaikan. Aku sembunyikan rasa kasihanku pada iblis, dan kukatakan kepadanya dalam dialog.

Aku: “Manusia banyak membicarakan tentang kejahatan yang semakin merajalela. Aku ingin tahu dirimu, apakah kejahatan bertambah ataukah berkurang?”

Iblis: “Kejahatan akan tunduk di bawah hukum penawaran dan permintaan. Kadang berkurang dan kadang bertambah. Setiap saat selalu saja orang-orang yang merasa baik mengatakana kejahatan semakin bertambah. Dan orang-orang yang dianggap jahat mengatakan kejahatan semakin berkurang.”

Aku: “Kamu selalu berusaha agar kejahatan semakin bertambah. Inikah pekerjaanmu?”

Iblis: “Kita hanya menawarkan barang dagangan kami, baik itu kekafiran, kesyirikan, kemunafikan, kebohongan, pencurian, dan lain-lain. Kami menawarkan dagangan, dan kami tentu saja mempercantiknya agar laku. Akan tetapi kami tak pernah memaksa seseorang untuk membelinya. Kami tak mempunyai kekuatan untuk memaksa manusia. Nenek moyang kami iblis mengatakan: Sekali-kali tak ada kekuasaan aku terhadapmu, melainkan aku hanya menyeru kamu untuk mematuhi seruanku (QS. Ibrahim [14:]22). Kami hanya menawarkan saja. Orang-orang ternyata banyak membelinya. Menyesuaikan kondisi itu adalah pekerjaan kami.”

Aku: “Kami masih saja berbicara tentang penyesuaian kondisi. Kami berbicara tentang perempuan dan laki-laki, serta berbagai kondisi yang ada di sekitar mereka.”

Iblis: “Otakmu hanya dipengaruhi dengan perempuan. Ini adalah salah satu cirri gejala penurunan kecerdasan akal dan emosional. Ini adalah salah satu pekerjaan setan di semua tingkatan seperti yang pernah aku ceritakan kepadamu. Ini adalah permasalahan yang enteng.”

Aku: “Kamu tak menganggapnya sebagai masalah yang penting. Akan tetapi, aku menganggapnya penting. Apakah kamu dilarang membicarakan masalah seperti ini.”

Iblis: “Memang selamanya.”

Aku: “Apakah kamu yakin bahwa perempuan yang paling bertanggung jawab ataukah laki-laki. Maksudku di sini adalah menurutmu.”

Iblis: “Apakah kamu tahu, aku sangat terheran-heran dengan kemunafikan manusia, dan kemampaunyya menghapus kesalahanya hanya dengan mengusap dagunya ataupun dagu perempuan yang lain. Banyak lelaki yang mengatakan kepada anaknya yang sudah mulai besar. “Hati-hailah anakku, untuk percaya kepada perempuan jangan sampai kamu mirip gembok kunci!” Demikian juga perempuan-perempuan akan berkata kepada anak gadisnya: “Aku akan menyembelihmu jika aku melihatmu berbicara dengan laki-laki.” Laki-laki banyak menanggung dosa dan masyarakat hanya mengatakan wajar karena mereka sebagai kumbang. Jika perempaun yang bersalah sekali saja, maka masyarakat akan mendiamkannya dan menganggap derajatnya telah anjlok. Ketika laki-laki telah menikah, maka tetap saja dia dianggap mempunyai kebebasan mutlak. Sedangkan perempuan selalu dituntut dengan kesetiaan penuh. Banyak masyarakat yang menganggap bahwa tak mungkin mereka melakukan kesalahan kepada perempuan, sedangkan perempuan haram baginya melakukan kesalahan.”

Aku: “Kamu membela perempaun seakan kamu perempuan.”

Iblis: “Kamu salah dalam memahamiku. Aku tak membela siapapun. Baik perempuan ataupun lakil-laki adalah musuh bagiku. Jika setan bertambah panjang umurnya, maka semakin banyak pekerjaan baru yang diterimanya. Kemunafikan manusia yang membuat kami bingung.”

Aku: “Tampaknya kamu tak rela dengan pekerjaanmu. Apakah kamu tak pernah menikmati pekerjaanmu.”

Iblis: “Pekerjaan disetiap tempat sangat penuh dengan kesulitan dan tanggung jawab. Akan tetapi kesengsaraan terberat yang harus kualami adalah aku harus sujud di telapak kaki laki-laki. Seakan aku telah menjadi pengikutnya, dan aku menjadi budaknya. Kesengsaraan macam apa ini?”

Aku: “Mengapa kamu tak mencoba untuk melupakan Adam?”

Iblis: “Melupakan dia. Apakah kamu sudah gila? Semakin lama semakin aku rasa semakin berat sakit yang aku tanggung. Aku makhluk yang sudah tak mempunyai harapan atas rahmat Allah. Pikiran akan ketiadaan rahmat Allah kepadaku semakin aku suburkan agar rasa dendam itu selalu bangkit.”

Aku: “Mengapa kamu tak memikirkan hal lain agar hilang rasa dendammu itu. Mengapa kamu tak menyibukkan diri Dengan hobimu sehingga kamu tak ada waktu untuk kami.”

Iblis: “Hobi! Aku selalu mencari hobiku. Hobiku adalah berpoliik. Dunia politik dan semua aliran politiknya yang ada adalah hobiku. Aku ikut serta dalam pembunuhan berlatar politis yang terjadi pada Kennedy. Aku telah membunuhnya bersama dengan lembaga intelejen, peneliti, polisi Amerika, dan para pengusaha.”

Aku: “Yang aku maksudkan agar kamu mencari hobi yang jauh dari kami.”

Iblis: “Manusia adalah lahan pekerjaan dan sekaligus hobiku.”

Aku: “Apakah kamu ak pernah berpikir tuan iblis bahwa penolakan nenek moyangmu (iblis) memang sudah ditakdirkan sebelumnya.”

Iblis: “Maksudnya lembaran penderitaan kedua kami adalah laknat.”

Aku: “Aku tak paham yang kamu maksudkan.”

Iblis: “Inilah yang kami pikirkan sepanjang waktu. Sesungguhnya Allah telah mengetahui bahwa aku akan menolak untuk bersujud kepada Adam, dan Allah tahu aku akan mengubah Adam untuk melakukan kejahatan. Seandaianya aku tahu bahwa Allah mengetahui apa yang akan terjadi, barangkali yang terjadi pada diriku adalah lain. Sayang Allah mengetahui apa yang ada dalam diriku, namun aku tak tahu apa yang ada pada diri-Nya.”

Aku: “Apakah kamu pernah bermimpi untuk menipu Sang Pencipta?”

Iblis: “Kamu telah membayangkan bahwa aku menipu-Nya dengan aku beribadah selama ribuan tahun tahun sehingga derajatku sampai pada derajat malaikat. Aku mengkhayal. Allah tahu bahwa diriku terjerat oleh benang riya’ dan kesombongan. Aku tetap memujan-Nya. Dia mengetahui bahwa diriku menyembah-Nya untuk menaikan derajatku. Aku tak pernah menyembah dzat-Nya. Aku menyembah-Nya karena Dialah yang menganugerahi aku kesombongan. Inilah yang ak membuat kamu mengetahui istrimu, seorang kawan tak mau tahu dengan kawannya yang lain. Bagaimana dengan hal ini mereka mengetahui Pencipta.”

Aku: “Orang-orang mengatakan bahwa kamu menggoda akal Hawa sehingga Adam menjadi mau memakan buah khuldi.”

Iblis: “Aku tak mengenal Hawa. Aku hanya menggoda Adam.”

Aku: “Bagaimana?”

Iblis: “Aku mengiriminya gelombang yang berisi pertanyaan. Mengapa Allah melarangmu memakan buah khuldi? Siapa yang akan menzalimi buah khuldi.”

Aku: “Setelah itu?”

Iblis: “Bukan “setelah itu”, namun “sebelum itu” Adam dengan akal manusia terus mempertanyakan, berpikir, dan binggung. Ketika buahnya itu sudah matang, aku katakana kepada dia: “Sesungguhnya Allah melarangmu memakan buah ini sehingga kamu tak bisa hidup abadi.”

Aku: “Adam percaya akan kata-katamu?”

Iblis: “Hilanglah kesadaran bahwa Adam adalah Adam. Itulah tabiatnya yang terbuat dari materi tanah liat, yang kemudian Allah meniupkannya ruh. Pertentangan antara tanah liat dengan Yang Mahaluhur takkan pernah terhenti, dan tak penting Yang Mahaluhur harus menang atas tanah liat. Betapa besar perang yang dilakukan tanah liat yang mampu mengalahkan sebuah nilai paling mulia. Inilah tugasku.”

Aku: “Apakah Adam percaya bahwa Allah melarangnya memakan buah khuldi sehingga ia bisa menjadi raja dan hidup abadi?”

Iblis: “Benar…… Adam membenarkannya. Adam adalah manusia. Masalah utama yang dihadapinya adalah dia harus menghadapi kematian. Keabadian adalah tawaran yang sanga menggiurkan. Adam yang terbuat dari tanah liat. Masalahnya adalah ia ingin berubah menjadi cahaya yang darinya diciptakan malaikat. Ini adalah tawaran yang menggiurkan.”

Aku: “Jadi …?”

Iblis: “Jadi dia spontan membenarkan tanpa ragu sama sekali. Memang barangkali dia binggung berpikir, takut, atau barangkali perang telah berkecambuk dalam pikirannya, namun akhirnya dia memutuskan untuk memakan buah tersebut. Adam adalah makhluk yang dikodratkan untuk beribadah dan bermaksiat. Malaikat diciptakan hanya untuk beribadah dan Allah menciptakan diriku agar aku bermaksiat. Sampai-sampai ibadahku yang terakhir hanya untuk menambah kejelekanku, yaitu ibadah riya’ dan sombong. Dalam diriku yang ada hanya laknat.”

Aku: “Kenapa kamu mengatakan bahwa laknat terhadap segala sesuatu?”

Iblis: “Ini adalah kebiasaan sejak aku dilemparkan dari langit. Aku terlempar penuh dengan laknat dan aku membagi-bagikan laknatku sebagai imbalan.”

Aku: “Manusia melukismu bertanduk dan banyak lobang borok di wajahmu, mengapa?”

Iblis: “Gambar ini adalah gambar manusia. Gambar sebagian jiwa manusia. Apakah kamu melihatku bertanduk dan penuh dengan borok?”

Aku: “Tidak. Apakah kamu akan menganggapku anak kecil jika aku bertanya tentang mimpimu?”

Iblis: “mimpiku? Aku tak paham dengan ungkapan ini.”

Aku: “Maksudku cita-citamu.”

Iblis: “Aku tak mempunyai cita-cita.”

Aku: “Neraka, itukah yang meluluhkan semua cita-citamu?”

Iblis: “Aku sudah berada di neraka sejak ribuan tahun yang lalu. Inilah perbedaan antara setan dan kalian. Jika kalian ditimpa berbagai masalah, bencana, dan musibah, maka kalian menangis dan bertobat seperti pada hari-hari di bulan Ramadhan. Allah kemudian mengampuni dosamu. Yang paling mengherankan adalah manusia melakukan dosa setahun penuh dan pada akhir tahun menjelang Ramadhan dengan santainya meminta maaf.”

Aku: “Kamu tak pernah menangis sama sekali?”

Iblis: “kami tak mempunyai air mata. Tangis adalah bukti pertobatan. Sedangkan pintu tobat telah tertutup bagi kami. Kakek kami, semoga Allah melaknatnya, telah menutupnya.”

Aku: “Kami mengatakan kepada mayat la’natullah semoga Allah melaknatinya seperti kalian mengatakan yarhamukallah, semoga Allah merahmatimu.”

Aku: “Siapa manusia yang paling membuatmu marah?”

Iblis: “Abu Nawas alaihi al-la’nah, semoga Allah melaknatnya. Dia pernah memuat dua buah bait puisi. Ya, aku teringat apa yang dikatakan Abu Nuwas kepada iblis:

Aku terkagum-kagum dengan iblis karena kesombongannya.

Sesuatu yang paling tampak betapa jahatnya keinginan.

Sombong dia tak mau sujud kepada Adam.
Namun anehnya dia menjadi pemimpin anak Adam.


Aku pun tertawa: “Oh, dia memang orang yang humoris.”

Dengan meringgis iblis berkata: “Bukan, dia tidak lucu, dia adalah laki-laki yang hina setelah aku banyak melakukan banyak hal untuknya.”

Kukejar dia dengan pertanyaan: “Bagaimana perasaanmu jika aku membakar masjid Al-Aqsa?”

Iblis dengan enteng menjawab: “Aku akan meminum segelas anggur dan merokok. Ya, aku sedikit bahagia. Sepanjang masa musuh kami adalah masjid.”

Aku tak berhenti bertanya: “Bagaimana pendapatmu tentang orang yang naik ke bulan?”

Dia pun menjawab: “Mereka adalah anak peradaban yang jujur. Mereka percaya kepada materi seperti yang kami lakukan. Namun aku sendiri tak paham rahasia naiknya mereka ke bulan. Keluargaku paling kecil sering bermain ke bulan.”

Aku bertanya lagi: “Apa pekerjaan yang paling penting yang kamu lakukan?”

Iblis pun menjawab: “Tugasku yang paling penting adalah memberikan manusia gambaran yang salah mengenai Allah. Ini akan membawa kesengsaraan manusia dan rahmat Allah. Pekerjaan paling indahku adalah keika anak kecil sedang belajar agama dengan cara yang sulit dan aku mampu membuat mereka benci agama. Apakah kamu tahu bahwa aku telah memberikan banyak pekerjaan di sekolahmu.”

Aku berkata: “Kamu telah membuat kami dikeluarkan dari surga.”

Iblis tak mau kalah: “Kalian telah mengeluarkan iblis dari rahmat Allah. Surga tak ada nilainya dibandingkan dengan rahmat Allah.”

Aku pun berucap: “Aku telah memberikan banyak pertanyaan kepadamu. Aku melihat kamu sangat bosan, apakah kamu ingin pergi. Akan tetapi kamu belum minum apa-apa, tidak juga merokok. Apakah kerena kamu tercipta dari api kamu tak senang merokok.

---------------------------------
Nah, itu semua hasil dari “tulis ulang” karya Ahmad Bahjat berjudul “Puasa Seorang Perindu." Semoga kita semua mendapatkan ilmu dari kutipan di atas, dan semoga kita tidak sampai menjadi pengikut iblis laknat.






Comments :

0 comments to “ Pertemuan dengan iblis #2 ”


Post a Comment

Thanks for Your Comment!