Monday, October 18, 2010

Musyawarah Mufakat




Sekarang banyak orang yang sering bicara, kebebasan berpendapat sebagai alasannya, mulai dari politikus, ekonom, budayawan, serta banyak lagi dari berbagai sudut pandang/kalangan yang berbeda.

Debat terbuka sering kita lihat di layar TV kita, ada yang lembut pembawaannya, ada yang radikal, keras serta memaksa, salah benar tak jadi soal yang penting bagaimana kita menang dalam berdebat diutarakan dengan melecehkan seseorang dilain pihak, tak jarang kontrol emosi juga kerap kurang sekali dijaga, adu jotos demi kepentingan pribadi sering kita lihat di berbagai media.

Lalu untuk apa kalau kita berdebat setelah itu kita bersalaman dengan musuh kita tanpa ada kesepakatan bersama, bukan fifty-fifty, tidak ada yang menang dan yang kalah, namun guna apa debat tersebut tanpa menyelesaikan permasalahan malah yang ada hanya menambah masalah, dendam antar kelompok/pendukung mungkin.

Dulu kita sering mempelajari apa itu musyawarah untuk mufakat, sekarang banyak petinggi kita sudah berperilaku berkebudayaan asing kita ambil, berdebat tanpa ada ujungnya, kalau sepengetahuan saya musyawarah untuk mufakat jauh lebih baik kedepannya lebih tenang untuk mengambil solusi yang ada sebagai pemecah masalah bersama nantinya.

Lalu bagaimana terkikisnya budaya musyawarah mufakat bisa hilang dari kita, lantas bagaimana kita sampai lupa akan budaya tersebut, seberapa jauh kita mempelajari dan melupakan marilah kita semua sadar berdebat itu tidak cocok digunakan diindonesia, dengan beriklim tropis dengan otak yang sama kerasnya pembawaan yang ada didiri bangsa Indonesia kontrol emosi yang sulit.

Apakah ini sudah termasuk politik adu domba jaman baru yang digulirkan oleh pihak tertentu dengan cara membuat sebuah acara debat tanpa mengetahui hasil yang didapat, meruncingkan masalah yang sudah genting, serta menambah masalah yang belum usai ?

Kita mengaku berbudaya tinggi tapi tetap cara yang digunakan masih kekanak-kanakan, demi sebuah perjalanan, spa, pijat, serta banyak lagi kepentingan pribadi yang tidak realistis kita pikirkan sebelumnya, manja seperti sifat anak TK (Taman Kanak-kanak), suka me-negatif-kan sesama se-profesi, serta beradu arguman dengan control emosi rendahan mengakibatkan adu jotos seperti anak SD, tidur dikala waktu yang tidak tepat, serta suka merengek minta uang saku (gaji).




Comments :

0 comments to “ Musyawarah Mufakat ”


Post a Comment

Thanks for Your Comment!