Kembali ke alam, ingin melangkah bebas melepas tergores pada runcingnya bebatuan serta gesekan lumut pepohonan tua, dan terpapar terik sang surya.
Terkikis habis.
Kumerindu kala masih beradu
Pandang itu biasa
Walau kami rentan pada gejolak
Serta pencarian diri masih kuat
Mimpi kami aneh tapi sederhana
Lengkap dengan naik turunya emosi.
Sangat jelas ketika beradu
argumen kami selalu mengedepankan
ego karena belum tercampurnya
jiwa ini akan penuhi kebutuhan, perut.
Tanpa rasa ingin mengalah kadang kami
Luapkan diri dengan menyentuh meja dengan keras
Yang kami rasa lebih lemah di mata kami.
Sering kami dikata belum dewasa
Sehingga kami lebih mudah
Mengatakan keadilah adalah idealis
Dari pada tunduknya orang tua kami
Kepada atasan yang memberi makan.
Perjalanan kaki kami lebih luas
dari pada perjalanan ke kantor
dari rutinitas keseharian yang monoton
walau mengijak duri ranting tajam
dan runcingnya batu di sepanjang sungai
kadang terpeleset, basah
pulang dengan setangkai rotan sudah menunggu
di tangan orang tua, bermuka masam.
Rasa kami pun beda
Melirik paras teman tercantik
Malu ketika beradu pandang
Dan sembunyi ketika mencuri pandang saat dikejauhan
Serasa meledak didada
Entah mengapa rasa itu hadir.
Kami bukan pencemburu seenak
tontonan kami di TV
ketika dengan mudahnya melepas ikatan
walau didasari cinta, katanya.
Kamipun malu rasa ini
Ketika ada teman yang tahu, merah merona pipi
Tanpa ingin mati bunuh diri.
Tangan kami begitu cekatan
Walau kadang kotor dengan lumpur
Tanpa pernah memukul dan menghantam harga diri orang lain.
Walau pernah lemparan kecil
batu melayang pada pohon mangga tetangga
dan lari seketika yang punya tahu
Padahal kami tahu pasti
yang punya akan ikhlas memberi
Ketika kami meminta secara baik-baik.
Kerinduan ini sering meluap
Tanpa sadar
Umur terkikis habis.
Comments :
0 comments to “ Terkikis habis. ”
Post a Comment
Thanks for Your Comment!