Friday, January 22, 2021

Langkah Kaki Kecil

 

Langkah Kaki Kecil


 Turun dari kendaraan, langkah kaki kecil di sertai dengan orang tua melepas anak terkasihnya bersalaman cium tangan ayahnya sambil tersenyum.

“Yang baik ya, belajar yang rajin,” Pinta orangtua si anak.

“Iya, ayah” jawab anak kecil tersenyum dengan langkah yang riang.

Tangan ini berhasil meraihnya, serta memberikan jalan masuk kedalam sebuah tempat yang entah dianggap anak itu surga belajar atau cuma tempat-tempat seperti tempat fasilitas publik belajar lainnya.

Dengan raihan tangan ini, berharap dia akan merasa nyaman untuk saling belajar antar sesamanya. Langkah kakinya yang pendek, tersenyum manis, menyapa dengan salam yang indah membawa kedamaian dihati.

Ditariknya tangan ini, didekatkannya dipipinya, karena mereka sudah tahu yang dihormati adalah yang lebih tua, terjawab juga balasan salam mereka dari bibir ini.

Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh,” Salam anak tersebut kepadaku dengan khitmad membawa tangan ini di ciumnya.

“Wa alaikum salam warohmatullohi wabarokatuh,” jawabku seraya tersenyum riang.

Tanpa bantuan dari siapapun, membawa berbagai macam buku di pundak dalam sebuah tempat yang bernama tas, langkah gontai namun tetap tersenyum masuk dalam sebuah kelas yang sangat sejuk dimatanya, menyapa teman-teman yang sudah menunggu dan meletakkan tas tersebut diatas kursi yang telah dipilihkan untuknya, namun setiap hari bergeser, dan kadang duduk di depan maupun dibelakang.

Mengambil buku kecil bertuliskan huruf arab, mengantri dalam barisan tunggu yang sudah ditempati teman-temannya yang telah datang lebih pagi. Dengan suara lirih membaca huruf demi huruf berharap dapat nilai “L” yang berarti “Lulus” dan besoknya akan berganti halaman.

“Hari ini aku hafalan surat An naba’,” dalam hatinya sambil memegang buku hafalan yang setiap pagi menemani.

Botol minum air putih di letakkannya di pojok menghiasi kelas dengan botol berwarna-warni agar tidak tumpah tersenggol tangan maupun kaki yang tidak sengaja berlalu-lalang. Dengan berijin terlebih dahulu meminum air putih botol yang sudah di isi dan di luar kelas pun tersedia tempat isi ulang air minum (galon air) yang selalu terisi setiap pagi, minum dengan duduk terlebih dahulu menjadi budaya kami ketika sedang minum air.

“Tadi pagi aku dibuatin Mamaku Jus Orange,” jelas salah satu temannya.

“Kalau aku susu coklat hangat,” tambah teman satunya.

“Ayo masuk kelas, sudah di tunggu Ustad.” Pinta ketua kelas.

Sebelum pelajaran di mulai, mereka merasa senang, membagi ilmu, motivasi, terkadang cerita seru, lucu maupun menegangkan. Dengan kompak mendengarkan cerita tersebut asalkan meja harus bersih dan rapi dari buku-buku yang berserakan sebelumnya. Cerita itu, kadang-kadang kusertai dengan melihat tayangan dalam layar (screen) proyektor. Ternyata kisah yang saat ini kuceritakan sangat antusias didengarkan oleh mereka, cerita tersebut adalah kisah seorang yang sangat cerdas dan pandai yang telah diakui oleh semua penduduk bangsa Indonesia maupun dunia, tak lain tokoh nasional dan pernah menjadi presiden ke-3 yaitu Prof. B.J. Habibie, beliau pembuat pesawat terbang hebat di negeri ini.

“Kita dengarkan cerita sebelum pembelajaran ya,” pintaku kepada siswa.

“Iya ustad,” jawab kompak semua siswa.

Cerita ini sangat menarik, nama lengkapnya adalah Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie. Ia dilahirkan di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada tanggal 25 Juni 1936. Beliau merupakan anak keempat dari delapan bersaudara. Masa kecil Habibie dilalui bersama saudara-saudaranya di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Habibie punya kegemaran menunggang kuda dan membaca dikenal sangat cerdas ketika masih menduduki sekolah dasar, namun ia harus kehilangan bapaknya yang meninggal dunia karena terkena serangan jantung saat ia sedang shalat Isya. Betapa terharunya mendengar cerita ini, kemudian cerita lanjutannya setelah ayahnya meninggal, Ibunya kemudian menjual rumah dan kendaraannya dan pindah ke Bandung bersama Habibie, sepeninggal ayahnya, ibunya membanting tulang membiayai kehidupan anak-anaknya terutama Habibie. Karena kemauan untuk belajar Habibie kemudian menuntut ilmu di Gouvernments Middlebare School. Setelah itu beliau masuk di ITB (Institut Teknologi Bandung), Ia tidak sampai selesai disana karena beliau mendapatkan beasiswa dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk melanjutkan kuliahnya di Jerman.

Pada waktu itu pemerintah Indonesia dibawah presiden Soekarno gencar membiayai ratusan siswa cerdas Indonesia untuk bersekolah di luar negeri menimba ilmu disana. Habibie adalah rombongan kedua. Dari situlah muncul perusahaan-perusahaan strategis pembuat pesawat ada PT PAL dan salah satunya adalah IPTN dan pesawat yang berhasil dibuat oleh beliau yang terkenal yaitu CN250. Betapa hebatnya beliau, dan menjadi motivasi bagi kalian untuk meraih mimpi dengan belajar sungguh-sungguh.

Hampir sepuluh menit cerita tersebut mengalir dan siswa pun sangat antusias untuk mendengarkannya.

Setelah satu jam pembelajaran tema dan latihan soal dikerjakan dan tentu saja karena fokus memperhatikan, terjawab sudah soal-soal itu dengan mudah.

Saat yang sudah dinantipun datang yaitu tak lain adalah saat istirahat karena siswa akan bermain di sekitar kelas, bercanda gurau, berbagi cerita dengan temannya setelah makan ringan sebelumnya.

Bunyi bell membawa kita ke kelas lagi, berbaris rapi, membaca doa setelah makan, menyanyikan lagu “Terima Kasih Guruku” yang membuat hatimereka tak lupa menghormati para Guru (Ustad/ustadzah), kemudian masuk satu-satu bersalaman dengan pertanyaan perkalian yang harus terjawab benar.

Setelah baris ternyata jadwal giliran kelas ini untuk berkunjung ke perpustakaan sekolah, senang rasanya mereka bebas memilih buku untuk dibaca, ada yang buku bacaan tokoh cendekiawan nusantara, tokoh-tokoh terkenal dunia, ensiklopedia, dunia penerbagan, dunia flora dan fauna.

Cerita komik karya ilmiah menjadi perhatian salah satu siswa laki-laki yang terkenal sangat menyukai membaca, dalam 15 menit sudah terbaca semua cerita komik seru ini.

“Kamu membaca apa?” tanyaku.

“Ini ustad, membaca buku Why tentang dunia Flora dan Fauna”, jawab murid tersebut.

Terik matahari siang tak terasa, karena didalam ruangan ini bersuhu 180C membawa kesejukan 29 teman, 30 lengkap denganku tetap belajar bersama dengan semangat tanpa ada yang meletakkan kepala di atas meja, karena mengantuk.

“Mari kembali ke kelas,” pintaku.

Keluar memakai sandal yang tertata rapi menghadap ke luar ruangan telah menjadi budaya kami agar selalu terlihat rapi dan mudah memakainya dan tidak berserakan mengganggu jalan orang lain.

Dengan duduk rapi di kelas, agar kali ini diberikannya kesempatan untuk menjawab soal quiz yang diberikan kepada siswa yang duduk paling rapi, dan ketika jawaban benar, suka cita hatinya, karena tak sia-sia belajar sebelumnya.

Pensil teraut rapi, penghapus putih tergletak di atas meja, dikeluarkan beserta penggaris putih bergambar pahlawan super, membawa harapan agar membela kebenaran kelak di lain hari. Berkaos kaki hitam berlogo sekolah agar tidak kedinginan di dalam ruangan ini, terlihat di depan sudah tergores tulisan indah bertema “Lingkunganku” dengan tegak bersambung sangat rapi berjajar sambung-menyambung menjadikan mata ini terpana.

“Ambil mukena, kita shalat dhuhur di masjid’” pinta salah satu ustadah.

Mukena sudah siap ditangan,  menuju masjid sekolah, dengan berbaris rapi, do’a masuk masjid terbaca merdu keluar dari mulut mereka, berjajar rapi dalam shof membawa kami menjalani ritual ibadah dengan khidmat, dan diakhiri dengan bacaan do’a serta dzikir terlantun indah bersama-sama. Setelah selesai, piring ditangan dan semua perangkat makan dalam antrian rapi, membagi masakan favorit yaitu “nasi goreng” terhidang sesuai porsi perut mungilnya, dengan lahap, bersama-sama terasa enak, sesuai dengan kadar gizi yang telah diatur oleh bu dapur sekolah. Tanpa sisa butir nasi, piring ini kuletakkan dalam watafel cucian, kubersihkan sendiri, karena kami menanamkan budaya mandiri.

Belajar sampai sore hari membuat siswa kami sadar tentang pentingnya arti belajar dalam ruang Fullday School, dari pagi belajar, menulis merangkai cita-cita, bercerita mimpi-mimpi agar terwujud, dan tentunya dalam bingkai sekolah yang mengkedepankan nilai-nilai materi ke-Islaman, agar kelak siswa kami sudah mempunyai dasar tentang ke-imanan, dan dukungan orang tua memberi semangat terus agar kaki langkah kecilnya selama ini melangkah senang mendapat pahala yang berlimpah.

Saat berpisah pulang kerumah adalah saat bagi mereka untuk membagi cerita dengan orang tuanya dan sudah dinantikan cerita keberhasilan meraih prestasi dalam menjawab soal, berani bertanya, mampu menjawab pertanyaan dengan benar. Cerita ini pasti dinantikan orang tuanya di rumah.

Comments :

0 comments to “ Langkah Kaki Kecil ”


Post a Comment

Thanks for Your Comment!